MENANGGAPI tulisan di tribunnews tanggal 9 Desember 2010 dengan judul Hakim Albertina Ho mantan pelayan warung kopi yang ditulis oleh Widodo.
Inilah fakta yang sebenarnya dari profesi hakim di Indonesia di mana penegak keadilan diperlakukan tidak adil oleh Pemerintah dan DPR. Di satu sisi hakim dituntut untuk bersikap adil sedangkan ia sendiri diperlakukan tidak adil.
Sebagai salah satu pilar negara bersama dengan eksekutif dan legislatif meskipun menyandang status pejabat negara seperti para menteri, gubernur, bupati, anggota dewan tapi perlakuan negara melalui kebijakan yang dibuat Pemerintah dan DPR cenderung sewenang-wenang.
Dan tidak menempatkan Hakim sebagai pejabat negara justru terkesan sengaja mengkondisikan hakim dalam posisi yang lemah secara finansial sehingga mudah untuk dipengaruhi???.
Contoh gaji Ketua Pengadilan dengan masa kerja puluhan tahun kurang dari Rp 10 juta, sedangkan Gayus Tambunan golongan 3A kerja 5 tahun gajinya 12,5 juta, hakim masa kerja kurang dari 1 tahun gajinya tidak lebih layak dari gaji satpam bank swasta???....
Tahun 60an hakim mendapatkan tunjangan kehormatan dan tunjangan larangan berpraktek, tetapi sejak orde baru kebijakan tersebut dihapuskan.
Apakah kondisi ini yang sengaja diciptakan agar mereka yang melakukan kejahatan dapat dengan mudah menggoda hakim - hakim yang sudah dikondisikan seperti ORANG KELAPARAN???..
Bersyukur memang masih ada hakim - hakim yang setia dengan integritas moral dan idealismenya seperti The honourable Ibu Albertina Ho. Tetapi satu hal yang perlu dicatat dan ditindaklanjuti bahwa hakim juga manusia sama dengan manusia lainnya yang punya keluarga yang harus dipenuhi kebutuhannya baik kebutuhan lahir maupun batin untuk bisa hidup sejahtera ..
Ketika gaji tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka tidak bisa tidak hakim yang juga manusia dan punya keluarga tersebut pasti akan mencari tambahan penghasilan. Dalam posisi inilah seringkali hakim dihadapkan pada pilihan untuk menerima dan tidak menerima pemberian dari pihak yg berperkara di pengadilan..
Untuk meminimalisir kondisi demikian menjadi suatu keharusan agar hakim dapat bekerja dengan tenang karena tidak lagi mencari tambahan penghasilan, maka kebutuhan dasar hakim sebagai seorang manusia musti dipenuhi oleh negara. Misal kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, baru kemudian kebutuhan lain yang menunjang profesi misal pendidikan, kesehatan, keamanan, penghargaan profesi dan lainnya. (*)
Inilah fakta yang sebenarnya dari profesi hakim di Indonesia di mana penegak keadilan diperlakukan tidak adil oleh Pemerintah dan DPR. Di satu sisi hakim dituntut untuk bersikap adil sedangkan ia sendiri diperlakukan tidak adil.
Sebagai salah satu pilar negara bersama dengan eksekutif dan legislatif meskipun menyandang status pejabat negara seperti para menteri, gubernur, bupati, anggota dewan tapi perlakuan negara melalui kebijakan yang dibuat Pemerintah dan DPR cenderung sewenang-wenang.
Dan tidak menempatkan Hakim sebagai pejabat negara justru terkesan sengaja mengkondisikan hakim dalam posisi yang lemah secara finansial sehingga mudah untuk dipengaruhi???.
Contoh gaji Ketua Pengadilan dengan masa kerja puluhan tahun kurang dari Rp 10 juta, sedangkan Gayus Tambunan golongan 3A kerja 5 tahun gajinya 12,5 juta, hakim masa kerja kurang dari 1 tahun gajinya tidak lebih layak dari gaji satpam bank swasta???....
Tahun 60an hakim mendapatkan tunjangan kehormatan dan tunjangan larangan berpraktek, tetapi sejak orde baru kebijakan tersebut dihapuskan.
Apakah kondisi ini yang sengaja diciptakan agar mereka yang melakukan kejahatan dapat dengan mudah menggoda hakim - hakim yang sudah dikondisikan seperti ORANG KELAPARAN???..
Bersyukur memang masih ada hakim - hakim yang setia dengan integritas moral dan idealismenya seperti The honourable Ibu Albertina Ho. Tetapi satu hal yang perlu dicatat dan ditindaklanjuti bahwa hakim juga manusia sama dengan manusia lainnya yang punya keluarga yang harus dipenuhi kebutuhannya baik kebutuhan lahir maupun batin untuk bisa hidup sejahtera ..
Ketika gaji tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka tidak bisa tidak hakim yang juga manusia dan punya keluarga tersebut pasti akan mencari tambahan penghasilan. Dalam posisi inilah seringkali hakim dihadapkan pada pilihan untuk menerima dan tidak menerima pemberian dari pihak yg berperkara di pengadilan..
Untuk meminimalisir kondisi demikian menjadi suatu keharusan agar hakim dapat bekerja dengan tenang karena tidak lagi mencari tambahan penghasilan, maka kebutuhan dasar hakim sebagai seorang manusia musti dipenuhi oleh negara. Misal kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, baru kemudian kebutuhan lain yang menunjang profesi misal pendidikan, kesehatan, keamanan, penghargaan profesi dan lainnya. (*)
No comments:
Post a Comment