Wednesday, December 22, 2010

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA 
SEBAGAI OBJEK GUGATAN 

(MAKALAH DISAMPAIKAN DALAM RANGKA BIMTEK TENTANG IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMKAB OGAN ILIR, MEI 2010 DAN PEMKAB  MUARA ENIM, NOPEMBER 2010)

Oleh : JOKO AGUS SUGIANTO, SH

I. Pendahuluan
            Keputusan Pejabat yang berwenang dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sering dikenal dengan istilah SK (Surat Keputusan) atau ketetapan (beschikking) atau keputusan (besluit), menurut ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang - undang No.51 tahun 2009 tentang perubahan atas UU No.5 tahun 1986 dan UU No 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebut juga dengan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). 
            Dalam praktek penyelenggaraan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, KTUN mempunyai kedudukan yang cukup penting oleh karena melalui keputusan tersebut pemerintah dapat menyampaikan kebijakan - kebijakannya kepada warga masyarakat baik itu orang perseorangan, badan hukum perdata maupun kelompok masyarakat dalam rangka pelaksanakan tugas dan kewajibannya mengemban amanat konstitusi mewujudkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang sejahtera, aman dan tertib.
            Pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas dan kewajibannya tersebut adakalanya menghadapi benturan kepentingan dengan warga masyarakat yang dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah oleh karena adanya perbedaan kepentingan, penafsiran atas penerapan peraturan perundang-undangan, dan atau kesalahan dalam menerapkan peraturan perundang-undangan itu sendiri yang berakibat timbulnya sengketa antara warga masyarakat dengan pemerintah. 
       

Saturday, December 18, 2010

Penegak Keadilan yang Diperlakukan Tidak Adil

MENANGGAPI tulisan di tribunnews tanggal 9 Desember 2010 dengan judul Hakim Albertina Ho mantan pelayan warung kopi yang ditulis oleh Widodo.
Inilah fakta yang sebenarnya dari profesi hakim di Indonesia di mana penegak keadilan diperlakukan tidak adil oleh Pemerintah dan DPR. Di satu sisi hakim dituntut untuk bersikap adil sedangkan ia sendiri diperlakukan tidak adil.
Sebagai salah satu pilar negara bersama dengan eksekutif dan legislatif meskipun menyandang status pejabat negara seperti para menteri, gubernur, bupati, anggota dewan tapi perlakuan negara melalui kebijakan yang dibuat Pemerintah dan DPR cenderung sewenang-wenang.
Dan tidak menempatkan Hakim sebagai pejabat negara justru terkesan sengaja mengkondisikan hakim dalam posisi yang lemah secara finansial sehingga mudah untuk dipengaruhi???.
Contoh gaji Ketua Pengadilan dengan masa kerja puluhan tahun kurang dari Rp 10 juta, sedangkan Gayus Tambunan golongan 3A kerja 5 tahun gajinya 12,5 juta, hakim masa kerja kurang dari 1 tahun gajinya tidak lebih layak dari gaji satpam bank swasta???....
Tahun 60an hakim mendapatkan tunjangan kehormatan dan tunjangan larangan berpraktek, tetapi sejak orde baru kebijakan tersebut dihapuskan.
Apakah kondisi ini yang sengaja diciptakan agar mereka yang melakukan kejahatan dapat dengan mudah menggoda hakim - hakim yang sudah dikondisikan seperti ORANG KELAPARAN???..
Bersyukur memang masih ada hakim - hakim yang setia dengan integritas moral dan idealismenya seperti The honourable Ibu Albertina Ho. Tetapi satu hal yang perlu dicatat dan ditindaklanjuti bahwa hakim juga manusia sama dengan manusia lainnya yang punya keluarga yang harus dipenuhi kebutuhannya baik kebutuhan lahir maupun batin untuk bisa hidup sejahtera ..
Ketika gaji tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka tidak bisa tidak hakim yang juga manusia dan punya keluarga tersebut pasti akan mencari tambahan penghasilan. Dalam posisi inilah seringkali hakim dihadapkan pada pilihan untuk menerima dan tidak menerima pemberian dari pihak yg berperkara di pengadilan..
Untuk meminimalisir kondisi demikian menjadi suatu keharusan agar hakim dapat bekerja dengan tenang karena tidak lagi mencari tambahan penghasilan, maka kebutuhan dasar hakim sebagai seorang manusia musti dipenuhi oleh negara. Misal kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, baru kemudian kebutuhan lain yang menunjang profesi misal pendidikan, kesehatan, keamanan, penghargaan profesi dan lainnya. (*)

Friday, September 24, 2010

Hakim dan Penegak Keadilan*

"Perlakukanlah manusia dengan sebaik-baik perlakuan ia akan belajar keadilan, oleh karena Hakim juga manusia perlakukanlah ia dengan sebaik-baik perlakuan, maka ia akan memberikan keadilan"
                                                            oleh : Joko A. Sugianto


        Hakim dalam setiap putusannya selalu memulai dengan kalimat atau irah-irah " Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" ini menunjukkan bahwa Hakim dalam pekerjaannya berfungsi sebagai Penegak Keadilan bukan Penegak Hukum, oleh karena hukum tidak identik dengan keadilan. Keadilan itu sendiri merupakan kebutuhan pokok batiniah/ruhani setiap orang yang merupakan perekat hubungan sosial dalam bermasyarakat dan bernegara, oleh karena itu hakim dalam fungsinya tersebut oleh konstitusi didudukkan sebagai salah satu tiang negara bersama-sama dengan eksekutif dan legislatif.
          Tegaknya keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai-nilai kemanusiaan menjadi syarat bagi tegaknya martabat bangsa dan negara, sehubungan dengan itu maka Hakim sebagai figur sentral dalam proses peradilan memang dituntut menjadi figur yang elit (meminjam istilah Sebastian Pompe dalam Hakim Penegak Keadilan Yang Tidak Elit Lagi, www.hukumonline.com 10 September 2010) agar bisa menegakkan keadilan sehingga keberadaannya mampu memberikan kemanfaatan bagi penyelesaian permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 
         Mudah memang mengungkap fakta bagaimana performance hakim saat ini seperti apa yang disampaikan Pompe, bagian yang tidak mudah tetapi justru sangat penting dan mendasar saat ini adalah bagaimana membuat Hakim menjadi elit...