Sunday, August 17, 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa sesuai dengan asas negara hukum yang demokratis semua tindakan hukum dan tindakan materil Administrasi Pemerintahan yang dilakukan pejabat publik harus berdasarkan kepada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
b. bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang transparan, mudah, cepat, tepat, pasti, efisien, efektif, dan partisipatif memerlukan undang-undang yang memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat secara adil dan tidak berpihak;
c. bahwa untuk menciptakan kepemerintahan yang baik dibutuhkan ketentuan hukum yang mengatur penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c maka perlu dibentuk Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: UNDANG–UNDANG TENTANG ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN.


PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ......TAHUN.....
TENTANG
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN



I. PENJELASAN UMUM
1. Dasar Pemikiran
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebagaimana telah diamandemen), kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka segala bentuk keputusan dan tindakan aparatur penyelenggara Administrasi Pemerintahan dengan demikian harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan hukum, dan tidak berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan aparatur penyelenggara pemerintahan itu sendiri.

Penggunaan kekuasaan negara terhadap individu dan warga negara bukanlah tanpa persyaratan. Individu dan warga negara tidak dapat diperlakukan secara sewenang-wenang sebagai obyek. Tindakan dan intervensi negara terhadap individu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh legislatif dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pengawasan terhadap keputusan-keputusan Administrasi Pemerintahan merupakan pengujian apakah setiap individu yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan oleh lembaga negara dan peradilan administrasi yang independen.

Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan negara dan pembangunan harus diatur oleh produk hukum. Tugas pemerintahan adalah untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan tugas tersebut merupakan tugas yang sangat luas. Begitu luasnya cakupan tugas-tugas administrasi negara dan pemerintahan, sehingga diperlukan peraturan yang dapat mengarahkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan menjadi lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (citizen friendly), membatasi kekuasaan administrasi negara dalam menjalankan tugas pemerintahan, pelayanan dan pembangunan. Ketentuan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan tersebut diatur dalam sebuah Undang-Undang yang disebut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.

Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini menjamin hak-hak dasar warga negara dan untuk menjamin penyelenggaraan tugas-tugas egara sebagaimana dituntut oleh suatu negara hukum sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, warga negara tidak menjadi objek, melainkan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Untuk memberikan jaminan perlindungan kepada setiap warga, maka Undang-Undang ini memungkinkan warga masyarakat mengajukan keberatan, kepada Instansi Pemerintah yang bersangkutan atau melalui Komisi Ombudsman Nasional atau melalui lembaga lainnya. Warga masyarakat juga dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan dan tindakan Instansi Pemerintahan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menggambarkan secara khusus konkretisasi norma konstitusi dalam hubungan antara negara dan masyarakat yang dikuasainya. Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang adalah elemen penting dari sebuah negara yang memiliki budaya hukum yang berkembang tinggi, terutama jika keputusan-Keputusan Administrasi Pemerintahan yang dibuat oleh Instansi Pemerintah dapat diuji melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Hal inilah yang merupakan nilai-nilai ideal dari sebuah negara hukum. Penyelenggaraan kekuasaan negara harus selalu berpihak kepada warganya dan bukan sebaliknya. Jaminan dan perwujudan warga negara sebagai subjek dalam sebuah negara hukum, yang merupakan bagian dari perwujudan kedaulatan rakyat, mensyaratkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Kedaulatan warga dalam sebuah negara tidak dapat dengan sendirinya baik secara keseluruhan maupun sebagian dapat terwujud. Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang menjamin bahwa keputusan Instansi Pemerintah terhadap warganya tidak dapat dilakukan dengan semena-mena. Tanpa ketentuan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang ini maka warga negara (individu) maupun penduduk Indonesia akan mudah menjadi obyek kekuasaan negara.

Disamping itu, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan merupakan transformasi asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (algemene beginseelen van behoorlijk bestuur) yang telah dipraktekkan selama berpuluh-puluh tahun dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Undang-Undang ini adalah konkretisasi asas ke dalam norma hukum yang mengikat. Asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan terus berkembang, sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat dalam sebuah negara hukum. Karena itu konkretisasi asas ke dalam norma hukum dalam Undang-Undang ini berpijak pada asas-asas yang berkembang dan telah menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia selama ini. Penambahan asas di dalam Undang-Undang dapat dilakukan sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Konkretisasi asas ke dalam norma merupakan upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang berdasarkan atas transparansi, akuntabilitas, kewajiban hukum dan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara.

Ketentuan peraturan Administrasi Pemerintahan ini menjadi dasar penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan dalam upaya meningkatkan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan sebagai upaya untuk mengurangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pendekatan untuk mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme lebih diarahkan sebagai tindakan preventif dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Undang-undang ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, yang dapat mempengaruhi secara proaktif proses dan prosedur Administrasi Pemerintahan sehingga mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Disamping itu, Undang-undang Administrasi Pemerintahan harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan dan efisien. Untuk itu diperlukan penerapan instrumen yang memperjuangkan secara aktif tidak saja sanksi-sanksi terhadap korupsi, tetapi juga instrumen hukum yang secara positif dapat memperkuat penegakan hukum, dan memperbaiki perlindungan hukum kepada masyarakat melalui Kontrol dan Pemberian kesempatan pengaduan yang formal dan informal, serta pembatasan kekuasaan penyelenggara administrasi.

Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan merupakan keseluruhan upaya untuk mengatur kembali (reformasi) tindakan aparatur penyelenggara pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar, Filsafah dan asas-asas hukum yang dihayati oleh masyarakat dan warga negara Indonesia; dan bukan hanya semata-mata pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan pembangunan negara dan bangsa benar-benar tertuju pada peningkatan dan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat luas. Undang-Undang ini menjadi payung hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan oleh semua Instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah.



BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
I. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam mengambil tindakan hukum dan tindakan materil oleh instansi pemerintah dan badan hukum lainnya untuk melaksanakan fungsi pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Instansi Pemerintah adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
3. Badan Hukum Lainnya adalah organisasi atau pejabat yang menjalankan fungsi pemerintahan berdasarkan penugasan, pelimpahan kewenangan atau penyerahan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan
4. Keputusan Administrasi Pemerintahan adalah semua keputusan tertulis atau tidak tertulis yang dikeluarkan oleh Instansi Pemerintah dan badan hukum lainnya yang berisi tindakan hukum dan tindakan materiil administrasi pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang bersifat konkret, individual, dan final, dalam bidang hukum administrasi negara serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
5. Diskresi adalah kewenangan Pejabat Administrasi Pemerintahan yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah dengan memperhatikan batas-batas hukum yang berlaku, asas-asas umum pemerintahan yang baik dan norma-norma yang berkembang di masyarakat.
6. Upaya Administratif adalah upaya keberatan yang dilakukan perseorangan, kelompok masyarakat atau organisasi terhadap isi atau pelaksanaan suatu Keputusan Administrasi Pemerintahan kepada atasan dari Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan.

7. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.

Bagian Kedua
Asas dan Tujuan

Pasal 2
Pasal 2
(1) Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan dalam menjalankan hak, wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya wajib melaksanakan asas-asas umum pemerintahan yang baik. (1) Cukup Jelas

(2) Asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: (2)
a. Asas kepastian hukum; a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
b. Asas keseimbangan; b. Asas keseimbangan adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan untuk menjaga, menjamin, paling tidak mengupayakan keseimbangan, antara: (1) kepentingan antara individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2) keseimbangan antara individu dengan masyarakat; (3) antara kepentingan warga negara dan masyarakat asing; (4) antara kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5) keseimbangan kepentingan antara pemerintah dengan warga negara; (6) keseimbangan antara generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) keseimbangan antara manusia dan ekosistemnya; (8) antara kepentingan pria dan wanita
c. Asas kesamaan; c. Asas kesamaan adalah asas yang mengutamakan perlakuan dan keputusan yang sama dari kebijakan pemerintah untuk masalah yang serupa
d. Asas kecermatan; d. Asas kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu keputusan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas pengambilan keputusan sehingga keputusan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum keputusan tersebut diambil atau diucapkan
e. Asas motivasi; e. Asas motivasi adalah asas yang mewajibkan pengambil keputusan menjelaskan secara terbuka dan cermat segala pertimbangan berdasarkan atas alasan dan fakta yang dijadikan dasar suatu keputusan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum
f. Asas tidak melampaui dan atau mencampuradukkan kewenangan; f. Asas tidak melampaui atau mencampuradukkan kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan tidak menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan lain yang bukan menjadi sebab mengapa kewenangan itu diberikan kepadanya.
g. Asas bertindak yang wajar; g. Asas bertindak yang wajar adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan untuk tidak bertindak dan membuat keputusan yang diskriminatif atau yang tidak wajar
h. Asas keadilan; h. Asas keadilan adalah setiap keputusan penyelenggara Administrasi Pemerintahan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara
i. Asas kewajaran dan kepatutan i. Asas kewajaran dan kepatutan adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan untuk tidak bertindak sewenang-wenang
j. Asas menanggapi pengharapan yang wajar atau asas menepati janji; j. Asas menanggapi pengharapan yang wajar atau asas menepati janji adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan menepati janjinya yang menimbulkan pengharapan yang wajar kepada para pemohon atas layanan dan tindakan yang dibutuhkan dari pemerintah.
k. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal atau dibatalkan; k. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan untuk mengambil tindakan segera untuk mencegah atau mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat keputusan yang batal atau dibatalkan.
l. Asas perlindungan atas pandangan hidup dan/atau kehidupan pribadi; l. Asas perlindungan atas pandangan hidup dan/atau kehidupan pribadi adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan menghormati pandangan hidup pribadi seseorang atau kelompok dan melakukan tindakan serta memberikan layanan tanpa melakukan diskriminasi kepada setiap warga masyarakat.
m. Asas tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan; m. Asas tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan.
n. Asas keterbukaan; n. Asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskrirninatif dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
o. Asas proporsionalitas; o. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan dan kewajaran antara hak dan kewajiban warga atau penduduk yang berkepentingan dalam keputusan atau perilaku Pejabat Administrasi Pemerintahan di satu fihak, dan antara kepentingan warga dan penyelenggaraan pemerintahan di lain fihak.
p. Asas profesionalitas; p. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang sesuai dengan tugas dan kode etik yang berlaku bagi Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang bersangkutan.
q. Asas akuntabilitas; q. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
r. Asas kepentingan umum; r. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.
s. Asas efisiensi s. Asas efisiensi adalah asas penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber daya untuk mencapai hasil kerja yang terbaik
t. Asas efektifitas t. Asas efektifitas adalah asas penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdayaguna.

(3) Asas-asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikat keseluruhan pasal Undang-undang ini (3) Cukup Jelas

(4) Asas-asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan masyarakat dan yurisprudensi
(4) Penambahan asas-asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan yurisprudensi atau peraturan perundang-undangan

Pasal 3
Pasal 3
Undang-undang ini bertujuan:
1. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
2. menciptakan kepastian hukum
3. mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang
4. menjamin akuntabilitas Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan
5. memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dan aparatur pemerintah
6. menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik
7. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat Cukup Jelas

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 4
Pasal 4
Undang-Undang ini berlaku bagi semua tindakan hukum Administrasi Pemerintahan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah dan Badan Hukum Lainnya yang diberikan wewenang menyelenggarakan urusan pemerintahan. Yang dimaksud badan hukum lainnya antara lain otorita, lembaga pendidikan, pengelola kawasan, notaris, BUMN atau BUMD.

BAB III
PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Bagian Kesatu
Kewenangan Administrasi Pemerintahan

Pasal 5
Pasal 5
(1) Instansi Pemerintah yang memiliki kewenangan untuk membuat dan melaksanakan Keputusan Administrasi Pemerintahan terdiri atas:
a. Instansi Pemerintah dalam wilayah hukum dimana Urusan Administrasi Pemerintahan itu terjadi, atau;
b. Instansi Pemerintah dalam wilayah hukum dimana seorang individu atau sebuah organisasi berbadan hukum melakukan aktivitasnya, atau;
c. Instansi Pemerintah dalam wilayah hukum dimana seorang individu atau organisasi berbadan hukum bertempat tinggal atau memiliki tempat tinggal. (1) Apabila terdapat sengketa kewenangan maka Instansi Pemerintah yang berwenang adalah Instansi Pemerintah yang pertama kali menangani Urusan Administrasi Pemerintahan tersebut.

(2) Kewenangan yang melibatkan lintas Instansi Pemerintah dilaksanakan melalui kerjasama antar Instansi Pemerintah yang terlibat. (2) Kewenangan lintas Instansi Pemerintah dimaksud adalah apabila terdapat keterlibatan beberapa Instansi Pemerintah terhadap satu atau lebih Urusan Administrasi Pemerintahan.
(3) Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang mempunyai kewenangan untuk membuat dan melaksanakan keputusan ditetapkan dalam kerjasama tersebut, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. (3) Cukup Jelas
(4) Apabila kewenangan yang dimiliki oleh suatu Instansi Pemerintah telah berakhir, maka dalam keadaan darurat instansi tersebut hanya dapat membuat keputusan atau melakukan Tindakan Administrasi Pemerintahan yang bersifat sementara. (4) Untuk mengisi kekosongan yang disebabkan oleh berakhirnya masa kewenangan suatu Instansi Pemerintah dan terjadi keadaan darurat, maka Instansi Pemerintah dapat membuat dan melaksanakan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang bersifat sementara sampai terbentuknya kewenangan yang baru. Keadaan darurat dimaksud antara lain bencana alam, kerusuhan massa, force majeur, wabah penyakit, darurat militer dan hal lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan keadaan darurat lainnya.
(5) Keputusan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang terkait, serta instansi lain, yang menurut ketentuan perundang-undangan mengambil alih kewenangan tersebut.
(5) Cukup Jelas
Bagian Kedua
Hubungan Antar Instansi Pemerintah

Pasal 6
Pasal 6

(1) Atas permintaan satu atau beberapa Instansi Pemerintah, setiap Instansi Pemerintah wajib memberikan Bantuan Kedinasan kepada instansi yang meminta bantuan tersebut untuk melaksanakan Urusan Administrasi Pemerintahan tertentu. (1) Yang dimaksud dengan Bantuan Kedinasan adalah bantuan yang diberikan dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan Keputusan Administrasi Pemerintahan
(2) Syarat-syarat Bantuan Kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. adanya alasan hukum bahwa keputusan dan Tindakan Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah yang meminta bantuan;
b. kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh suatu Instansi Pemerintah, yang mengakibatkan suatu Urusan Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah tersebut;
c. dalam hal melaksanakan suatu Urusan Administrasi Pemerintahan, suatu Instansi Pemerintah tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri;
d. apabila untuk membuat keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, suatu Instansi Pemerintah membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah lainnya;
e. jika satu Urusan Administrasi Pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh suatu Instansi Pemerintah. (2) Cukup Jelas

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal jika berdasarkan ketentuan perundang-undangan, Urusan Administrasi Pemerintahan tersebut wajib dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah yang bersangkutan. (3) Cukup Jelas

(4) Instansi Pemerintah yang meminta bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya oleh instansi yang memberikan bantuan, kecuali jika bantuan tersebut membutuhkan biaya yang besar. (4) Cukup Jelas

(5) Pengenaan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Instansi Pemerintah yang memberikan Bantuan Kedinasan berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan berdasarkan kesepakatan para pihak. (5) Instansi yang memberikan Bantuan Kedinasan sebelum mengenakan biaya Bantuan Kedinasan terlebih dahulu disepakati bersama dengan instansi yang mendapat Bantuan Kedinasan

Pasal 7
Pasal 7
(1) Instansi Pemerintah dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan, jika:
a. mengganggu pelaksanaan tugas instansi tersebut;
b. menyangkut dokumen Administrasi Pemerintahan yang bersifat rahasia sesuai peraturan perundang-undangan; atau
c. menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Instansi Pemerintah tidak diperbolehkan memberikan bantuan; (1) Yang dimaksud dengan dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan adalah apabila dalam pelaksanaan mengganggu tugas instansi antara lain Bantuan Kedinasan yang diminta melebihi anggaran yang dimiliki, keterbatasan sumber daya manusia, mengganggu pencapaian tujuan dan kinerja organisasi.
(2) Instansi Pemerintah yang menolak untuk memberikan Bantuan Kedinasan kepada Instansi Pemerintah lainnya harus memberikan alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (2) Cukup Jelas

(3) Jika suatu Bantuan Kedinasan mutlak dibutuhkan, keputusan atas kewajiban memberikan Bantuan Kedinasan ditetapkan oleh pejabat instansi atasan.
(3) Cukup Jelas
Pasal 8
Pasal 8

Tanggung jawab terhadap Tindakan Administrasi Pemerintahan dalam Bantuan Kedinasan selain dibebankan kepada Instansi Pemerintah yang membutuhkan Bantuan Kedinasan, juga dibebankan pada Instansi Pemerintah yang memberikan bantuan sesuai dan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Pemberian Bantuan Kedinasan kepada Instansi Pemerintah yang membutuhkan antara lain aspek sarana dan prasarana, tenaga profesional dan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan Bantuan Kedinasan.

Bagian Ketiga
Komunikasi Elektronis

Pasal 9
Pasal 9
(1) Pengiriman Keputusan Administrasi Pemerintahan melalui media elektronis diperbolehkan jika anggota masyarakat atau Badan Hukum memiliki akses untuk menerima dan membuka secara elektronis keputusan tersebut. (1) Media elektronis dimaksud dapat menggunakan teknologi informasi dan telekomunikasi antara lain email, fax, telex.

(2) Bentuk cetak tertulis sebuah Keputusan Administrasi Pemerintahan dapat diganti dengan bentuk elektronis, jika tidak ada ketentuan perundang-undangan yang melarangnya atau mengatur lain. (2) Bentuk elektronis dari suatu Keputusan Administrasi Pemerintahan antara lain berupa dokumen pdf, cd rom, disertai dengan kode khusus otorisasi pengiriman dari Pejabat yang menetapkan Keputusan Administrasi Pemerintahan.
(3) Keputusan Administrasi Pemerintahan yang berbentuk elektronis berkekuatan hukum sama dengan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang tertulis dan berlaku sejak diterimanya keputusan tersebut oleh pihak yang bersangkutan. (3) Cukup Jelas

(4) Keputusan Administrasi Pemerintahan dalam bentuk elektronis diikuti dengan pengiriman keputusan asli baik dari Instansi Pemerintah atau Badan Hukum Lainnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengiriman melalui media elektronik. (4) Untuk proses pengamanan pengiriman Keputusan Administrasi Pemerintahan dokumen asli baru dikirimkan apabila diperlukan dan dibutuhkan penegasan mengenai penanggung jawab dari Pejabat Administrasi Pemerintahan yang menyimpan dokumen asli.
Jika terdapat permasalahan teknis dalam pengiriman dan penerimaan dokumen secara elektronis baik dari pihak pemerintah atau badan hukum, maka kedua belah pihak berkewajiban untuk saling memberitahukan secepatnya.
BAB IV
PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Pihak-Pihak Yang Terlibat
Pasal 10
Pasal 10
(1) Pihak-pihak yang terlibat dalam prosedur Administrasi Pemerintahan adalah setiap orang, organisasi, Badan Hukum Lainnya, dan Instansi Pemerintah. (1) Yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Yang dimaksud organisasi antara lain asosiasi, perhimpunan, persatuan dan organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk terlibat dalam prosedur Administrasi Pemerintahan meliputi:
a. individu yang cakap bertindak menurut hukum perdata
b. badan hukum yang diwakili oleh pengurus
c. organisasi yang diwakili oleh pengurus
d. Instansi Pemerintah yang diwakili oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau pejabat yang ditunjuknya. (2) Cukup Jelas.

(3) Pihak-pihak dalam prosedur Administrasi Pemerintahan terdiri atas:
a. Pemohon
b. Termohon
c. Pihak yang menjadi objek Keputusan Administrasi Pemerintahan
(3) Cukup Jelas

Pasal 11
Pasal 11

(1) Instansi Pemerintah dan/atau Badan Hukum Lainnya dapat memanggil dan melibatkan orang, dan organisasi dalam prosedur Administrasi Pemerintahan baik atas inisiatif sendiri maupun atas permohonan. (1) Pemanggilan dan pelibatan seorang individu, badan hukum, organisasi, dalam prosedur Administrasi Pemerintahan dimaksudkan untuk memberikan klarifikasi, bukti, fakta-fakta yang dibutuhkan, serta menghindarkan kerugian pihak ketiga.
(2) Jika terdapat kepentingan pihak ketiga, maka Instansi Pemerintah dan/atau Badan Hukum Lainnya harus memberitahukan kepentingan tersebut kepada pihak yang bersangkutan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum prosedur Administrasi Pemerintahan dimulai.


(2) Cukup Jelas.

Pasal 12
Pasal 12

(1) Pejabat Administrasi Pemerintahan dalam mengambil keputusan tidak boleh berdasarkan atas pertimbangan kepentingan pribadi. Yang dimaksud dengan kepentingan pribadi adalah semua kepentingan yang tidak hanya mendahulukan kepentingan pribadi sendiri, tetapi juga mendahulukan kepentingan keluarga, golongan, suku, agama tertentu, politik, ekonomi, gender, dalam mengambil Keputusan Administrasi Pemerintahan.
(2) Pejabat Administrasi Pemerintahan yang bertindak atas nama Instansi Pemerintah wajib menjamin dan bertanggung jawab terhadap setiap Keputusan Administrasi Pemerintahan yang dibuatnya.

Pasal 13
Pasal 13
(1) Dalam pembuatan Keputusan Administrasi Pemerintahan, pejabat tidak berwenang terlibat dalam penetapan keputusan, apabila pejabat tersebut merupakan:
a. pihak yang terlibat
b. kerabat dan keluarga pihak yang terlibat
c. wakil pihak yang terlibat
d. pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat
e. pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat, dan/atau
f. pihak-pihak lain yang dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan (1) Pihak-pihak lain di luar para pihak yang disebutkan dalam ayat (1) a sampai e juga termasuk para pihak yang memiliki hubungan khusus dengan pembuat keputusan seperti teman, tunangan, pengampu dan pemelihara.
Yang dimaksud dengan kerabat antara lain suami/istri Ibu, bapak, anak, kakek, nenek, cucu, saudara kandung, anak dari saudara kandung, mertua, kakak atau adik dari suami/istri (ipar), suami/istri dari saudara kandung, saudara kandung orang tua, saudara tiri, anak tiri, anak angkat, anak asuh, mantan isteri, mantan suami, dan anak di luar kawin.

(2) Dalam hal pejabat tidak berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan administrasi pemerintahan dilimpahkan kepada pejabat lain sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Cukup Jelas


(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila prosedur administrasi telah dilalui sesuai peraturan perundang-undangan. (3) Cukup Jelas
Pasal 14
Pasal 14
(1) Pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan Keputusan Administrasi Pemerintahan dapat memberikan keterangan mengenai dugaan dan kecurigaan tentang keberpihakan pejabat dalam proses pengambilan Keputusan Administrasi Pemerintahan kepada atasan pejabat yang bersangkutan. (1) Keberpihakan pejabat dalam proses pengambilan keputusan adalah upaya yang dilakukan oleh seorang pejabat untuk mempengaruhi pembuatan keputusan uang menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya antara lain dalam kegiatan bisnis maupun kegiatan sosial.
(2) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan secara tertulis keterangan dari pihak yang terlibat kepada pimpinan instansi yang bersangkutan. (2) Cukup Jelas

(3) Jika dugaan dan kecurigaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut pimpinan Instansi Pemerintah, maka atasan dari pimpinan Instansi Pemerintah tersebut mengambil keputusan dan tindakan yang diperlukan.
(3) Cukup Jelas

Bagian Kedua
Pemberian Kuasa

Pasal 15
Pasal 15

(1) Setiap orang dan organisasi dapat memberikan kuasa tertulis yang bermaterai kepada seseorang untuk mewakili dan bertindak atas namanya dalam semua keputusan dan tindakan dalam prosedur Administrasi Pemerintahan. (1) Cukup Jelas
(2) Penerima kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat menunjukkan surat pemberian kuasa secara tertulis yang sah. (2) Cukup Jelas
(3) Pembatalan pemberian surat kuasa kepada seseorang hanya dapat dilakukan secara tertulis dan berlaku pada saat surat tersebut diterima oleh Instansi Pemerintah yang bersangkutan. (3) Cukup Jelas

(4) Jika dianggap tidak mampu dan tidak memiliki kapabilitas yang sesuai maka penerima kuasa dapat dinyatakan tidak berhak untuk melakukan kuasa. (4) Kapabilitas untuk bertindak sebagai penerima kuasa sekurang-kurangnya sehat jasmani dan rohani, memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a. Pejabat Administrasi Pemerintahan dapat menyatakan gugurnya pemberian kuasa yang tidak memenuhi kapabilitas. Syarat kapabilitas ini tidak berlaku untuk penerima kuasa yang berasal dari kalangan profesional seperti pengacara dan notaris.
(5) Jika individu, badan hukum dan organisasi tidak memiliki wakil yang dapat bertindak atas namanya, maka Instansi Pemerintah dapat menunjuk wakil dan atau perwakilan pihak yang terlibat untuk mewakili individu atau organisasi tersebut dalam prosedur Administrasi Pemerintahan.
(5) Cukup Jelas

Bagian Ketiga
Prinsip-Prinsip Pengujian Administrasi Pemerintahan

Pasal 16
Pasal 16

Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan berwenang:
a. memeriksa permohonan atas dasar kewenangan yang dimilikinya.
b. menentukan sifat, ruang lingkup pemeriksaan, pihak yang terlibat dan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk:
1. mempertimbangkan fakta-fakta dan bukti yang menguntungkan pihak- pihak yang terlibat dalam mengambil Tindakan Administrasi Pemerintahan.
2. menyiapkan bukti-bukti dokumen yang dibutuhkan, mengumpulkan informasi, mendengarkan dan memperhatikan pendapat pihak lain yang terlibat dan atau terkait, pernyataan tertulis dan elektronis dari pihak yang terlibat, melihatlangsung fakta-fakta, saksi ahli, dan bukti-bukti lain yang mendukung sebelum membuat suatu Keputusan Administrasi Pemerintahan.
Permohonan atas dasar kewenangan yang dimilliki dapat berasal dari individu kepada Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan serta dari Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan lainnya.


Bagian Keempat
Legalisasi Dokumen dan Arsip

Pasal 17
Pasal 17

(1) Setiap Instansi Pemerintah berwenang untuk melegalisasi dan mengesahkan salinan atau copy dokumen dan/atau arsip Administrasi Pemerintahan yang dibuatnya. (1) Dokumen Administrasi dimaksud adalah setiap informasi yang terdokumentasi dalam bentuk tertulis atau bentuk elektronis yang dikuasai oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan dan berkaitan dengan aktivitas penyelenggaraan pemerintahan dan atau pelayanan publik. Kewenangan Notaris untuk mengesahkan dokumen dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan notaris.
(2) Legalisasi dan pengesahan salinan atau copy dari dokumen dan/atau arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah lain yang memiliki kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kecuali dinyatakan lain. (2) Legalisasi dan pengesahan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang diterbitkan oleh Instansi Pemerintah lain yang memiliki kewenangan, sebelumnya dikonfirmasikan keasliannya kepada pejabat yang menetapkan Keputusan Administrasi Pemerintahan
(3) Legalisasi atau pengesahan Keputusan Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilakukan jika terdapat keraguan terhadap keaslian isinya, baik karena robek, penghapusan kata, angka dan tanda, perubahan, kata-kata yang tidak jelas terbaca, penambahan atau hilangnya lembar halaman yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen tersebut. (3) Cukup Jelas
(4) Tanda Legalisasi atau pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memuat:
a. penamaan yang jelas terhadap dokumen yang disahkan,
b. pernyataan kesesuaian antara dokumen asli dan copynya,
c. pernyataan bahwa legalisasi hanya diperuntukkan untuk tujuan yang tertentu jika dilakukan bukan oleh kantor yang mengeluarkan,
d. tanggal dan tempat serta pejabat yang mengesahkan.
(4) Cukup Jelas
Pasal 18
Pasal 18

(1) Bahasa resmi yang dipergunakan dalam Keputusan Administrasi Pemerintahan adalah Bahasa Indonesia (1) Cukup Jelas
(2) Instansi Pemerintah dan Badan Hukum Lainnya wajib menerjemahkan dokumen dan/atau arsip Administrasi Pemerintahan yang berbahasa asing atau berbahasa daerah kedalam Bahasa Indonesia. (2) Cukup Jelas
(3) Penerjemahan wajib dilakukan oleh penerjemah resmi dan dilaksanakan dibawah sumpah.
(3) Cukup Jelas

Bagian Kelima
Dengar Pendapat Pihak Yang Terlibat

Pasal 19
Pasal 19

(1) Pejabat Administrasi Pemerintahan wajib memberikan kesempatan kepada pihak-pihak terlibat untuk didengar pendapatnya mengenai fakta dan dokumen yang terkait sebelum membuat Keputusan Administrasi Pemerintahan yang akibatnya memberatkan, membebani atau mengurangi hak orang-perorangan. (1) Cukup Jelas
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. keputusan yang bersifat mendesak dan untuk melindungi kepentingan umum;
b. keputusan yang tidak mengubah beban yang harus dipikul oleh individu atau anggota masyarakat yang bersangkutan; dan/atau
c. keputusan yang menyangkut penegakan hukum. (2) Keputusan yang menyangkut penegakan hukum adalah keputusan sebagai pelaksanaan keputusan sebelumnya. Contoh: keputusan administrasi tentang relokasi bangunan di jalur hijau, keputusan tentang pembongkaran rumah yang tidak memiliki izin.

Bagian Keenam
Hak Melihat Dokumen Administrasi

Pasal 20
Pasal 20
(1) Pejabat Administrasi Pemerintahan wajib memberikan akses dan kesempatan kepada pihak-pihak terlibat untuk melihat dokumen Administrasi Pemerintahan yang dapat mendukung kepentingannya dalam pembuatan Keputusan Administrasi Pemerintahan (1) Cukup Jelas

(2) Hak melihat dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, jika hal tersebut dapat membahayakan kepentingan negara dan/atau melanggar kerahasiaan pihak ketiga. (2) Yang dimaksud dengan membahayakan kepentingan negara adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kearsipan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
(3) Pihak-pihak terlibat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan dan tidak melakukan penyimpangan pemanfaatan informasi yang diperolehnya.
(3) Cukup Jelas
BAB V
KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Bagian Pertama
Syarat-Syarat Sahnya Keputusan

Pasal 21
Pasal 21

(1) Keputusan Administrasi Pemerintahan wajib memenuhi syarat formal yaitu:
a. dibuat oleh Pejabat yang berwenang;
b. memuat isi yang jelas, pasti dan dapat dimengerti ;
c. mengikuti tata naskah dinas sesuai dengan ketentuan perundang- undangan;
d. ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
e. mencantumkan informasi mengenai hak-hak pengajuan Upaya Administratif yang dapat dilakukan. (1) Yang dimaksud dalam huruf d adalah bahwa terhadap fakta yang sama tidak boleh dibuat keputusan yang berbeda
(2) Keputusan Administrasi Pemerintahan wajib memenuhi syarat materiil meliputi:
a. didasarkan pada pertimbangan atau penilaian dengan memperhatikan:
1. keseimbangan antara kepentingan orang-perorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
2. keseimbangan antara orang-perorang dengan pihak lain yang terkena akibat dan terkait dari Keputusan Administrasi Pemerintahan;
b. didasarkan atas kepastian hukum, keadilan, kepatutan dan kewajaran serta aturan permainan yang lazim berlaku dan menjadi kebiasaan dalam masyarakat yang bersangkutan;
c. memelihara kesamaan bertindak dan/atau memutus, apabila fakta-fakta, keadaan dan situasi yang berkaitan dengan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang sebelumnya adalah sama dengan fakta, keadaan yang telah pernah diputus oleh pejabat yang bersangkutan;
d. memperhatikan akibat dari ucapan atau perilaku pejabat yang bersangkutan, yang diterima pemohon dari keputusan yang telah dibuat oleh Pejabat Administrasi Pemerintah;
e. memperhatikan akibat pembatalan suatu keputusan, terutama yang mengakibatkan kerugian yang diderita oleh pihak pemohon dan yang harus ditanggung oleh Negara/Pemerintah;
f. menjelaskan pertimbangan-pertimbangan apa yang menghasilkan keputusan yang diambil oleh pejabat yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan;
g. melaksanakan asas-asas pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
h. tidak boleh bertentangan dan atau melampaui kewenangan pejabat yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan;
i. tidak boleh bertentangan dengan kewajiban hukum pejabat yang memutuskan;
j. tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan atau kewajiban yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan;
k. tidak boleh menggunakan wewenang yang dimiliki untuk tujuan yang lain dari pada tujuan untuk mana kewenangan itu diberikan kepada Pejabat Administrasi Pemerintahan yang memberi keputusan atau arahan. (2) Cukup Jelas

(3) Keputusan Administrasi Pemerintahan dapat berupa keputusan tertulis, elektronis, tidak tertulis atau tindakan lainnya. (3) Keputusan Administrasi Pemerintahan yang bersifat lisan harus ditindaklanjuti dengan keputusan dalam bentuk tertulis atau elektronis jika didalamnya terdapat kepentingan pihak yang bersangkutan dan/atau diminta oleh yang bersangkutan
(4) Suatu Keputusan Administrasi Pemerintahan yang bersifat tidak tertulis harus diformalisasi dalam bentuk tertulis atau elektronis, jika didalamnya terdapat kepentingan pihak yang bersangkutan dan/atau diminta oleh yang bersangkutan. (4) Cukup Jelas
(5) Setiap Keputusan Administrasi Pemerintahan baik yang tertulis maupun elektronis, harus memuat nama kantor dan nama pegawai atau pejabat yang membuatnya. (5) Cukup Jelas

(6) Terhadap Keputusan Administrasi Pemerintahan yang bersifat elektronis diberlakukan semua ketentuan seperti halnya dalam Keputusan Administrasi Pemerintahan yang tertulis.
(6) Cukup Jelas

Pasal 22
Pasal 22

(1) Sebuah Keputusan Administrasi Pemerintahan yang memuat hak atau tuntutan individu atau anggota masyarakat dapat memuat ketentuan bersyarat, jika hal tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan hukum atau dapat menjamin terpenuhinya syarat-syarat Keputusan Administrasi Pemerintahan. (1) Cukup Jelas
(2) Ketentuan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan dengan batas waktu;
b. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan atas kejadian dimasa yang akan datang;
c. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan dengan penarikan;
d. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan dengan tugas;
e. ketentuan mulai dan berakhirnya keputusan yang bersifat susulan akibat adanya perubahan fakta dan kondisi hukum;
(2) Yang dimaksud dengan mulai dan berakhirnya keputusan batas waktu adalah keputusan yang mencantumkan adanya ketentuan pembatasan dengan batas waktu; yang dimaksud dengan mulai dan berakhirnya keputusan atas kejadian di masa yang akan datang adalah keputusan yang mencantumkan adanya ketentuan pembatasan dengan kejadiaan tertentu; yang dimaksud dengan mulai dan berakhirnya keputusan dengan penarikan adalah keputusan yang mencantumkan adanya ketentuan pembatasan dengan keputusan terhadap penarikan keputusan; yang dimaksud dengan mulai dan berakhirnya keputusan dengan tugas adalah keputusan yang mencantumkan adanya ketentuan pembatasan melalui tugas yang harus dilakukan; yang dimaksud dengan mulai dan berakhirnya keputusan yang bersifat susulan adalah adanya data, fakta dan informasi yang berubah terhadap Keputusan Administrasi Pemerintahan.

Bagian Kedua
Keberlakuan Keputusan

Pasal 23
Pasal 23
(1) Keputusan Administrasi Pemerintahan berlaku sejak ditetapkan, kecuali ditetapkan lain. (1) Pada dasarnya Keputusan Administrasi Pemerintahan berlaku sejak tanggal ditetapkan. Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya hendaknya dinyatakan secara tegas dalam diktum Keputusan Administrasi Pemerintahan. Penggunaan frasa mulai berlaku efektif sedapat mungkin dihindari, karena frasa ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat resmi berlakunya Keputusan Administrasi Pemerintahan.
(2) Dalam hal batas waktu keberlakuan suatu Keputusan Administrasi Pemerintahan jatuh pada hari Minggu atau hari Libur Nasional, maka batas waktu tersebut jatuh pada hari berikutnya. (2) Cukup Jelas
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku jika kepada pihak yang terlibat telah ditetapkan batas waktu tertentu dan tidak bisa diundurkan. (3) Yang dimaksud dengan batas waktu tertentu dan tidak bisa diundurkan adalah ketentuan yang telah ditetapkan dalam keputusan administrasi pemerintahan yang bersifat mengikat pihak yang terlibat
(4) Batas waktu yang telah ditetapkan oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan dapat diperpanjang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Cukup Jelas
Pasal 24
Pasal 24

(1) Setiap Keputusan Administrasi Pemerintahan harus diberi alasan yang bersifat faktual dan hukum yang menjadi dasar pembuatan keputusan tersebut. (1) Cukup Jelas
(2) Pemberian alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan jika keputusan tersebut diikuti dengan penjelasan rinci. (2) Cukup Jelas
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga dalam hal pemberian alasan terhadap keputusan yang bersifat diskresi.
(3) Cukup Jelas
Bagian Ketiga
Diskresi

Pasal 25
Pasal 25
(1) Pejabat Administrasi Pemerintahan diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan yang bersifat diskretif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. (1) Diskresi yang bebas (Freies Ermessen) dan sewenang-wenang (Willkuerliches Ermessen) tidak boleh ada di dalam Negara hukum. Tindakan pejabat administrasi pemerintahan harus berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan.
(2) Batas-batas hukum yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Tidak bertentangan dengan hukum dan Hak Asasi Manusia
b. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c. Wajib menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik
d. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. (2) Cukup Jelas
(3) Pejabat Administrasi Pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. (3) Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan pengambilan keputusan diskresi. Sedangkan pertanggungjawaban kepada masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan

(4) Keputusan dan/atau tindakan diskresi Pejabat Administrasi Pemerintahan dapat diuji melalui Upaya Administratif atau gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara. (4) Cukup Jelas
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang diskresi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(5) Cukup Jelas
Bagian Keempat
Penyampaian Keputusan

Pasal 26
Pasal 26
(1) Keputusan Administrasi Pemerintahan wajib disampaikan oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam keputusan tersebut dan pihak ketiga yang terlibat. (1) Cukup Jelas


(2) Pihak-pihak yang terlibat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menerima keputusan administrasi pemerintahan. (2) Surat kuasa harus dalam bentuk tertulis dan bermeterai cukup.
(3) Keputusan Administrasi Pemerintahan dalam bentuk tertulis yang dikirim melalui pos atau kurir berlaku selambatnya-lambatnya dalam waktu 14 (empatbelas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan yang disertai dengan tanda bukti penerimaan. (3) Cukup Jelas
(4) Keputusan Administrasi Pemerintahan yang dikirim melalui media elektronis berlaku selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. (4) Cukup Jelas
(5) Dalam hal terjadi permasalahan dalam pengiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan yang bersangkutan harus memberikan bukti dan tanggal pengiriman dan penerimaan.
(5) Cukup Jelas
Bagian Kelima
Perubahan, Pencabutan, dan Pembatalan
Keputusan Administrasi Pemerintahan

Pasal 27
Pasal 27
Keputusan Administrasi Pemerintahan tetap berlaku, sepanjang keputusan tersebut tidak diubah, tidak dicabut, tidak dibatalkan, batal demi hukum dan belum habis masa berlakunya.
Yang dimaksud dengan:
1. diubah adalah perubahan sebagian isi suatu keputusan oleh pembuat keputusan
2. dicabut adalah pencabutan keputusan yang dilakukan oleh pembuat keputusan, atasan langsung atau atas dasar putusan badan peradilan
3. dibatalkan adalah pembatalan keputusan melalui pengujian oleh instansi atasan atau badan peradilan
4. batal demi hukum adalah pembatalan secara otomatis suatu keputusan karena bentuk atau materinya bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pejabat administrasi pemerintahan atau putusan badan peradilan

Pasal 28 Pasal 28

(1) Keputusan Administrasi Pemerintahan yang bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tujuan pembuatannya, wajib diubah, dicabut, dan dibatalkan sebagian atau seluruhnya dengan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang baru. (1) Keputusan Administrasi Pemerintahan baik yang menguntungkan maupun yang merugikan pihak penerima dapat dicabut dengan memberikan alasan yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Keputusan tentang perubahan, pencabutan, dan pembatalan Keputusan Administrasi Pemerintahan dibuat oleh Pejabat atau Badan Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan dan/atau oleh atasannya. (2) Keputusan Administrasi Pemerintahan yang tidak dicabut, diubah dan/ atau dibatalkan setelah masa 1 tahun dinyatakan tetap berlaku
Pasal 29
Pasal 29
(1) Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan yang membuat Keputusan Administrasi Pemerintahan dapat memperbaiki setiap waktu apabila terdapat kelalaian dalam penulisan, kesalahan dalam penghitungan dan kesalahan lainnya dalam keputusan tersebut dengan mengeluarkan keputusan yang baru, dan memberitahukan hal tersebut kepada semua pihak yang terlibat secara tertulis. (1) Cukup Jelas
(2) Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan wajib menerbitkan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang baru untuk mengganti Keputusan Administrasi Pemerintahan yang mengandung kesalahan.
(2) Cukup Jelas
Pasal 30
Pasal 30

(1) Keputusan Administrasi Pemerintahan dinyatakan batal demi hukum jika:
a. terdapat kesalahan prinsipil mengenai materi;
b. dibuat oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan yang tidak berwewenang untuk hal itu;
c. karena alasan-alasan tertentu tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun;
d. melampaui batas waktu yang dimiliki oleh pejabat yang berwenang;
e. dikeluarkan melalui tindakan-tindakan yang melawan hukum, penyuapan, penipuan, persongkolan dan melalui tindak pidana korupsi. (1) Cukup Jelas
(2) Pernyataan batal demi hukum suatu Keputusan Administrasi Pemerintahan wajib ditetapkan oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan dan diberitahukan kepada pihak yang terkait. (2) Cukup Jelas
(3) Keputusan Administrasi Pemerintahan dapat dibatalkan, jika:
a. Keputusan tersebut melanggar prinsip atribusi kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-undang ini;
b. Para pihak yang tidak diperbolehkan terlibat dalam prosedur Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang ini dan terbukti terlibat dalam proses pembuatan keputusan;
c. Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan yang seharusnya terlibat dalam pembuatan keputusan tersebut ternyata tidak dilibatkan. (3) Yang dimaksud dengan prinsip atribusi kewenangan adalah kewenangan yang dimiliki oleh pejabat administrasi pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
Pasal 31
Pasal 31
(1) Setiap Keputusan Administrasi Pemerintahan yang merugikan penerima keputusan dapat dicabut sebagian atau seluruhnya. (1) Yang dimaksud dengan keputusan administasi pemerintahan dicabut sebagian adalah apabila materi tertentu dari diktum keputusan yang dapat memberatkan penerima keputusan, sedangkan materi lainnya tetap berlaku. Yang dimaksud dengan keputusan administasi pemerintahan dicabut seluruhnya adalah seluruh materi keputusan dicabut. Ketentuan ini terkait dengan ketentuan Pasal 27 dan penjelasannya. Setiap Keputusan Administrasi Pemerintahan yang memberatkan penerima keputusan dapat dilaporkan ke Komisi Ombudsman Nasional/Daerah dengan maksud agar Komisi Ombudsman memberikan rekomendasi kepada instansi yang mengeluarkan keputusan tersebut untuk memperbaiki keputusan itu sebagian atau seluruhnya, atau membatalkannya atau menyatakan keputusan tersebut batal demi hukum. Penanganan keberatan terhadap Keputusan Administrasi Pemerintahan yang dilakukan oleh Komisi Ombudsman tidak dipungut biaya apapun.
(2) Setiap Keputusan Administrasi Pemerintahan yang menguntungkan pihak penerima dapat dicabut dengan pembatasan-pembatasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Cukup Jelas
(3) Pemberian uang atau bentuk lainnya yang telah dikeluarkan sebagai akibat dari Keputusan Administrasi Pemerintahan tidak dapat ditarik kembali dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan. (3) Pemberian uang atau bentuk lainnya yang tidak dapat ditarik kembali bertujuan untuk melindungi kepercayaan dan kepentingan umum pihak-pihak yang beritikad baik menerima uang atau bentuk lainnya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku jika:
a. Keputusan Administrasi Pemerintahan tersebut diterbitkan melalui cara-cara penyuapan, ancaman kepada pegawai atau pejabat, serta menyimpang dari asas-asas umum pemerintahan yang baik;
b. Informasi yang diperlukan untuk membuat Keputusan Administrasi Pemerintahan tersebut mengandung kesalahan atau tidak lengkap;
c. Jika pihak penerima sejak awal mengetahui bahwa Keputusan Administrasi Pemerintahan tersebut bertentangan dengan hukum. (4) Cukup Jelas
(5) Jika Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan memperoleh informasi dan fakta yang dapat membenarkan pencabutan Keputusan Administrasi Pemerintahan, maka Keputusan Administrasi Pemerintahan wajib dicabut selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diperolehnya informasi dan fakta tersebut.
(5) Cukup Jelas
Pasal 32 Pasal 32

Keputusan Administrasi Pemerintahan yang sah dapat dicabut dan dibatalkan sebagian atau seluruhnya jika memenuhi salah satu unsur dibawah ini:
a. Harus sesuai dengan ketentuan persyaratan pencabutan dan pembatalan dalam keputusan tersebut dan/atau peraturan perundang-undangan;
b. Apabila tidak dilaksanakan oleh penerima keputusan sampai batas waktu yang ditentukan;
c. Apabila fakta-fakta dan syarat-syarat hukum yang menjadi dasar Keputusan Administrasi Pemerintahan telah berubah;
d. Apabila dapat membahayakan dan merugikan kepentingan umum;
e. Apabila tidak digunakan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam isi keputusan.

Unsur-unsur yang menjadi syarat pencabutan dan pembatalan sebagian atau seluruhnya harus dicantumkan dalam Keputusan Administrasi Pemerintahan

Pasal 33
Pasal 33

(1) Atas permohonan pihak-pihak yang terlibat, Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan dapat meninjau kembali Keputusan Administrasi Pemerintahan yang sudah ditolak atau dibatalkan atau dicabut dengan alasan:
a. Ketentuan hukum yang menjadi dasar pembuatan Keputusan Administrasi Pemerintahan tersebut berubah;
b. Terdapat fakta-fakta baru (1) Cukup Jelas
(2) Permohonan peninjauan kembali Keputusan Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak pihak-pihak yang terlibat mengetahui perubahan ketentuan hukum dan fakta-fakta baru sesuai ayat 1 huruf a dan b.
(2) Cukup Jelas
Pasal 34
Pasal 34

(1) Dalam hal Keputusan Administrasi Pemerintahan dibatalkan, Instansi Pemerintah dapat menarik kembali semua dokumen dan/atau arsip atau barang yang menjadi akibat hukum dari Keputusan tersebut atau menjadi dasar penggunaan Keputusan tersebut. (1) Pembatalan keputusan administrasi pemerintahan yang menyangkut kepentingan umum harus diumumkan melalui media. Sedangkan pembatalan keputusan administrasi pemerintahan yang menyangkut kepentingan orang perseorangan tidak perlu diumumkan.
Dokumen dan/atau arsip sebagaimana dimaksud antara lain berupa akte kelahiran, sertifikat tanah, ijazah. Yang dimaksud dengan barang antara lain berupa rumah, traktor, stempel PPAT.
(2) Pemilik dokumen dan/atau arsip atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembalikan kepada Instansi Pemerintah yang mengeluarkan pembatalan tersebut.
(2) Cukup Jelas

Pasal 35
Pasal 35
(1) Pejabat Administrasi Pemerintahan sesuai kewenangannya wajib menyusun dan melaksanakan prosedur pembuatan Keputusan Administrasi Pemerintahan serta diumumkan kepada publik. (1) Cukup Jelas
(2) Pedoman umum standar prosedur pelaksanaan dan materi muatan untuk pembuatan Keputusan Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Materi muatan berisi antara lain tahapan-tahapan proses penyelesaian dokumen dan/atau standar pelayanan yang dipersyaratkan dalam Keputusan Pejabat Administrasi Pemerintahan
BAB VI
UPAYA ADMINISTRATIF, PENUNDAAN PEMBERLAKUAN
DAN GANTI RUGI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 36
Pasal 36
(1) Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan diberi wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan upaya keberatan terhadap Keputusan Administrasi Pemerintahan. (1) Cukup Jelas
(2) Penyelesaian upaya keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan batal atau tidak sahnya Keputusan Administrasi Pemerintahan, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan tuntutan administratif. (2) Pengadilan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Administrasi Pemerintahan jika seluruh Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah digunakan
(3) Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan mengeluarkan keputusan penolakan kepada pihak yang mengajukan Upaya Administratif wajib mencantumkan informasi mengenai hak-hak pengajuan upaya hukum yang dapat dilakukan. (3) Cukup Jelas
(4) Upaya Administratif terhadap Keputusan Administrasi Pemerintahan sepanjang tidak diatur oleh undang-undang lainnya berlaku ketentuan undang-undang ini. (4) Upaya Administratif yang diatur oleh undang-undang lainnya antara lain adalah Upaya Administratif di bidang perpajakan, kepegawaian, pelayaran, dan bea cukai

Bagian Kedua
Upaya Administratif

Pasal 37
Pasal 37
(1) Keputusan Administrasi Pemerintahan dapat diajukan Upaya Administratif dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diumumkannya keputusan tersebut oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan. (1) Cukup Jelas
(2) Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada atasan dari Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan dan/atau kepada Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan. (2) Cukup Jelas

(3) Keputusan terhadap Upaya Administratif dibuat oleh atasan dari Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan. (3) Cukup Jelas
(4) Dalam hal atasan dari Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan menilai Upaya Administratif yang diajukan cukup alasan, maka atasan dari Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan wajib mengeluarkan Keputusan Upaya Administratif yang membatalkan dan/atau memperbaiki Keputusan Administrasi Pemerintahan dimaksud. (4) Cukup Jelas
(5) Dalam hal atasan dari Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan menilai Upaya Administratif yang diajukan tidak cukup alasan, maka dibuat Keputusan Upaya Administratif yang berupa penolakan. (5) Cukup Jelas
(6) Keputusan Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikeluarkan oleh:
a. Atasan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan, kecuali Undang-undang menetapkan lain. (6) a. Cukup Jelas

b. Kepala Daerah apabila Keputusan Administrasi Pemerintahan dikeluarkan oleh Pejabat Daerah. b. Cukup Jelas
c. Presiden apabila Keputusan Administrasi Pemerintahan dikeluarkan oleh menteri atau pejabat setingkat menteri atau kepala lembaga pemerintah atau kepala daerah c. Cukup Jelas
(7) Keputusan Upaya Administratif yang berupa penolakan harus memuat alasan penolakan dan memberikan penjelasan mengenai upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak. (7) Alasan penolakan menyangkut, antara lain fakta-fakta yuridis, pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan, ketidaksesuaian permohonan, dan lain-lain
(8) Keputusan Upaya Administratif yang menimbulkan akibat keuangan harus menetapkan pihak yang menanggung biaya. (8) Keputusan Upaya Administratif yang menimbulkan akibat keuangan yang dimaksud adalah keputusan yang mengakibatkan kerugian sebagian akibat penundaan pelaksanaan Keputusan Administrasi Pemerintahan. Keputusan Upaya Administratif yang menimbulkan akibat keuangan yang penetapannya didasarkan ketentuan perundang-undangan, pembiayaannya melalui APBN/APBD. Terhadap Keputusan Administrasi Pemerintahan yang ditetapkan berdasarkan kelalaian atau karena dipengaruhi oleh pihak ketiga maka pembiayaan dibebankan kepada Pejabat Administrasi Pemerintahan atau yang mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan
(9) Pengajuan Upaya Administratif tidak dibebani biaya (9) Cukup Jelas
Pasal 38
Pasal 38
Pejabat Administrasi Pemerintahan apabila dalam waktu 30 hari setelah Upaya Administratif diajukan tidak memberi jawaban atau memberi jawaban yang tidak memuaskan, maka pihak yang bersangkutan dapat melaporkan hal ini dan keberatan-keberatan lainnya kepada Komisi Ombudsman Nasional/Daerah untuk ditindaklanjuti dan diperhatikan oleh pejabat yang memutuskan.
Cukup Jelas
Pasal 39
Pasal 39
Setiap orang, kelompok masyarakat atau organisasi dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan Upaya Administratif ke Pengadilan Tata Usaha Negara.






Ketentuan ini juga berlaku untuk sektor-sektor pemerintahan yang memiliki Upaya Administratif khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Penundaan Pemberlakuan

Pasal 40
Pasal 40
(1) Upaya Administratif terhadap Keputusan Administrasi Pemerintahan secara hukum menunda pelaksanaan keputusan tersebut. (1) Penundaan pelaksanaan Keputusan Administrasi Pemerintahan terhitung mulai diterimanya permohonan Upaya Administratif oleh Pejabat atau Badan yang berwenang serta dibuktikan dengan bukti penerimaan Upaya Administratif
(2) Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:
a. Upaya Administratif terhadap penerimaan dan/atau pengeluaran keuangan negara;
b. Ketentuan dan tindakan kepolisian yang tidak dapat ditunda;
c. Pelaksanaan kepentingan umum yang bersifat mendesak dan harus segera dilaksanakan oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan. (2) a. Penerimaan keuangan negara yang dimaksud antara lain adalah pajak, cukai, bea masuk, retribusi dan lain sebagainya. Pengeluaran keuangan negara yang dimaksud antara lain adalah belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan pembayaran kewajiban-kewajiban lainnya.
b. Ketentuan dan tindakan kepolisian yang tidak dapat ditunda antara lain pengendalian massa/demonstrasi, kemacetan dan/atau kecelakaan lalulintas
c. Kepentingan umum yang mendesak adalah kepentingan yang berkaitan dengan keselamatan dan kemanfaatan bagi orang banyak dan harus segera dilaksanakan
(3) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, wajib memuat alasan yang dinyatakan secara tertulis oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan.



(3) Cukup Jelas
Bagian Keempat
Ganti Rugi

Pasal 41
Pasal 41

(1) Pencabutan dan/atau pembatalan terhadap Keputusan Administrasi Pemerintahan wajib memuat ketentuan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan dan disertai dengan penyerahan kembali keputusan yang dibatalkan beserta dokumen dan/atau arsip yang terkait. (1) Cukup Jelas
(2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi unsur keadilan dan kelayakan (2) Keadilan dan kelayakan adalah sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan akibat Keputusan Administrasi Pemerintahan. Penetapan besarnya ganti rugi dapat dilakukan oleh lembaga penilai yang profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(3) Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan menetapkan besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(3) Penetapan ganti rugi atas dasar hasil penilaian lembaga penilai yang profesional
BAB VII
TANGGUNG JAWAB PEJABAT ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Pasal 42
Pasal 42

Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan bertanggung jawab dan terikat atas keputusan yang ditetapkan dan tindakan yang dilakukan selama dan setelah masa jabatannya sesuai dengan peraturan perundangan pada saat ditetapkannya Keputusan Administrasi Pemerintahan tersebut.
Penetapan Keputusan Administrasi Pemerintahan oleh pejabat tidak berlaku surut.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 43
Pasal 43

(1) Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat (1), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan Keputusan Administrasi Pemerintahan yang ditetapkannya menjadi batal demi hukum. (1) Cukup Jelas
(2) Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat (1), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pemberhentian sementara
d. Pemberhentian dengan hormat; atau
e. Pemberhentian dengan tidak hormat
f. Dikurangi dan/atau dicabut hak-hak jabatan dan pensiun
g. Pembayaran kompensasi dan ganti rugi
h. Publikasi melalui media massa (2) Sanksi administratif dikenakan pada semua pejabat dan pegawai Administrasi Pemerintahan tersebut pada huruf a sampai h dilakukan peraturan perundang-undangan.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g hanya diberlakukan kepada Badan (3) Cukup Jelas
(4) Pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh:
a. Atasan dari pejabat yang menerbitkan Keputusan Administrasi Pemerintahan
b. Kepala Daerah apabila Keputusan Administrasi Pemerintahan dikeluarkan oleh Pejabat Daerah.
c. Presiden jika menyangkut para Menteri/Pejabat setingkat Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah, Kepala Daerah. (4) Cukup Jelas
(5) Pelaksanaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikoordinasikan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara. (5) Cukup Jelas
(6) Dalam hal Pejabat Administrasi Pemerintahan tidak melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. (6) Uang paksa adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(7) Pelaksanaan upaya paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh Juru Sita atas perintah Ketua Pengadilan (7) Cukup Jelas
(8) Pembayaran uang paksa dibebankan kepada pejabat yang bersangkutan. (8) Cukup Jelas
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Pasal 44

(1) Kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara yang berkaitan dengan tindakan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau badan yang menimbulkan kerugian material maupun immaterial menurut Undang-Undang ini dilaksanakan oleh Peradilan Tata Usaha Negara (1) Cukup Jelas
(2) Perkara perbuatan melanggar hukum administrasi pemerintahan oleh pejabat administrasi pemerintahan yang sudah didaftar tetapi belum diperiksa oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Umum dialihkan dan diselesaikan oleh Peradilan Tata Usaha Negara (2) Cukup Jelas
(3) Perkara perbuatan melanggar hukum administrasi pemerintahan oleh pejabat administrasi pemerintahan yang sudah diperiksa tetap diselesaikan dan diputus oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. (3) Cukup Jelas
(4) Keputusan Administrasi Pemerintahan berkekuatan hukum yang sama dengan Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) Cukup Jelas
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Pasal 45

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya
Cukup Jelas
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal ...........
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dr. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ..................
MENTERI HUKUM DAN HAM RI
Dr.HAMID AWALUDIN SH. LL.M.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun........Nomor..............
Pokok-pokok Pikiran Terhadap Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang administrasi Pemerintahan


Oleh: DR. Wicipto Setiadi, SH, MH.

1. Pendahuluan
Kita memang sudah mempunyai undang-undang yang mengatur mengenai Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Undang-undang ini mengatur baik hukum formal (acara) maupun hukum materiil sekaligus. Masalahnya, apakah Undang-Undang tentang PTUN dapat mengatasi permasalahan hukum administrasi secara menyeluruh? Undang-Undang tentang PTUN memang belum mengatur secara komprehensif terutama mengenai hukum materiil.
Setelah berlaku selama kurang lebih 18 tahun, ternyata UU tersebut – termasuk juga UU perubahannya - ternyata banyak hal yang belum tertampung dalam UU ini. Hal ini merupakan hal yang wajar, karena ilmu pengetahuan selalu berkembang sangat dinamis. Oleh karena itu, ada adagium bahwa UU selalu ketinggalan dengan perkembangan dan hukum tertatih-tatih dalam mengejar ketinggalan perkembangan tersebut. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, begitu diundangkan maka pada saat itu juga UU sudah ketinggalan. Konsekuensinya, para perancang peraturan perundang-undangan dituntut untuk dapat mengantisipasi perkembangan yang akan terjadi jauh ke depan.Apabila dilakukan penelitian, Undang-Undang tentang PTUN memang mengatur secara lebih detil hukum formal (acara) ketimbang hukum materiilnya. Dalam praktik, hakim sering mengalami kesulitan apabila berhadapan dengan perkara yang hukum materiilnya tidak diatur dalam Undang-Undang tentang PTUN. Apabila demikian, hakim akan mencari jalan keluar dengan mendasarkan pada pendapat para ahli (doktrin) atau yurisprudensi. Masalah lain, literatur mengenai hukum administrasi dalam bahasa Indonesia juga sangat tidak memadai. Literatur mengenai hukum administrasi kebanyakan masih ditulis dalam bahasa asing.
Untuk mempermudah hakim, apakah tidak sebaiknya disusun undang-undang yang secara lengkap mengatur mengenai hukum administrasi materiil? Berdasarkan pemikiran tersebut, kiranya perlu dipertimbangkan untuk menyusun undang-undang mengenai hukum administrasi materiil yang komprehensif, terpisah dari hukum formal (acara). Sebagai perbandingan, dalam bidang hukum perdata materiil kita mengenal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), dalam bidang hukum perdata formal kita mengenal Hukum Acara Perdata. Sedangkan dalam bidang hukum pidana materiil kita mengenal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dalam hukum pidana formal kita mengenal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hukum administrasi Indonesia - begitu juga dengan hukum lainnya - saat ini lebih berkiblat pada sistem hukum Belanda. KUHP, KUHPer, Hukum Acara Perdata yang berlaku saat ini merupakan peninggalan zaman Belanda, sehingga KUHP, KUHPer, dan Hukum Acara Perdata yang kita gunakan adalah terjemahan dari bahasa Belanda. Hal ini wajar, karena kita mempunyai hubungan historis yang cukup panjang dengan Belanda. Di Belanda hukum positif mengenai hukum administrasi diatur dalam Algemeene Wet Bestuursrecht.
Berdasarkan pada perbandingan tersebut, kiranya tidak berlebihan apabila di Indonesia juga disusun undang-undang yang mengatur secara lengkap (kodifikasi) hukum administrasi materiil, sama seperti hukum pidana dan hukum perdata materiil. Penyusunan undang-undang ini sangat memudahkan baik bagi praktisi maupun teoritisi. Memang memerlukan persiapan yang cukup untuk melakukan penyusunan rancangan undang-undang tersebut, mengingat materinya yang cukup luas. Sebagai perbandingan, KUHP dan Hukum Acara Perdata saja sudah disusun sejak tahun 1980-an hingga kini belum berhasil juga. Oleh karena itu, agar RUU Administrasi Pemerintahan ini mengatur secara komprehensif diperlukan waktu yang cukup. Hal ini terkait juga dengan semakin berkembangnya fungsi negara, semakin banyak negara ikut campur ke segala urusan sebagai konsekuensi dari negara kesejahteraan. Oleh karena itu, bidang administrasi negara menjadi semakin luas dan rumit.
2. Penamaan dan Prosedur Penyusunan Rancangan Undang-UndangMengenai nama atau judul dari Rancangan Undang-Undang, seyogyanya dipertimbangkan untuk menggunakan nama atau judul yang lebih luas cakupannya dan netral sifatnya, misalnya Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Administrasi atau Hukum Tata Pemerintahan. Apabila mau mengikuti model hukum pidana materiil, maka judul yang digunakan adalah Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Administrasi. Sesuai dengan namanya, yaitu kitab, maka dalam RUU ini diatur secara lengkap hukum administrasi karena merupakan suatu kodifikasi. Konsekuensi selanjutnya, hukum materiil yang diatur dalam Undang-Undang tentang PTUN harus dikeluarkan. Sebaiknya dihindari istilah “prosedur”, karena RUU ini tidak mengatur masalah prosedural saja, tetapi muatannya sangat luas.
Seyogyanya juga jangan menggunakan nama atau judul Administrasi Pemerintahan, karena konotasinya sangat sempit, hanya masalah administrasi pemerintahan saja. Padahal yang hendak dijangkau bukan sekadar administrasi pemerintahan saja, tetapi lebih luas dari administrasi, misalnya masalah pengertian keputusan administrasi, kewenangan dan hal-hal lain yang lebih substantif.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3), penyusunan undang-undang dilakukan melelui tahap perencanaan yang disebut Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas yang disusun antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh BALEG DPR. Sedangkan penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Undang-Undang tentang P3 tidak mengatur mengenai Naskah Akademik. Oleh karena itu, tidak ada keharusan bahwa sebelum disusun RUU disusun terlebih dahulu Nasakah Akademiknya. Tetapi untuk hal-hal yang tidak netral sifatnya perlu disusun Naskah Akademiknya terlebih dahulu dan Naskah Akademik tersebut menjadi dasar penyusunan RUU-nya. Dalam praktik sering terjadi bahwa antara penyusunan Naskah Akademik dan penyusunan RUU jalan sendiri. Artinya, dalam menyusun RUU sering tidak didasarkan pada Naskah Akademik.
RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Setelah itu, dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU yang dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Berdasarkan UUD Negara RI Tahun 1945 telah terjadi pergeseran pemegang kekuasaan membentuk undang-undang kepada DPR. Sedangkan Presiden hanya berhak mengajukan RUU. Yang perlu dihindari adalah bagaimana caranya agar instansi pemerintah yang punya prakarsa penyusunan RUU, apabila tidak berhasil di lingkungan pemerintah kemudian mengajukan RUU tersebut melalui DPR.
3. Tujuan dan Lingkup pengaturanTujuan utama penyusunan RUU ini adalah untuk menyeragamkan (menyamakan persepsi) hukum administrasi. Saat ini hukum administrasi di Indonesia sangat beragam, bahkan cenderung sangat sektoral. Oleh karena itu, yang menonjol adalah ego sektoral dari masing-masing instansi. Tujuan lain adalah mensistematisir dan menyederhanakan peraturan perundang-undangan di bidang hukum administrasi yang tersebar. Selain itu, tujuan penyusunan RUU ini juga untuk memberikan perlidungan kepada individu dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan penguasa.
Hal paling utama yang seyogyanya diatur dalam RUU ini adalah mengenai keputusan administrasi yang tertulis. Sebagian besar wujud penyelenggaraan pemerintahan adalah keputusan administrasi yang tertulis. Oleh karena itu, keputusan administrasi yang tertulis merupakan instrumen hukum utama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Undang-Undang tentang PTUN menentukan bahwa “Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum.”
Pengertian tersebut sangat sempit, dengan unsur “tindakan hukum TUN” tidak mencakup pengertian yang luas. Seharusnya istilah “tindakan hukum TUN” diganti dengan “tindakan hukum publik”, karena istilah tersebut cakupannya lebih luas. Semua tindakan yang termasuk dalam “tindakan hukum publik” akan menjadi objek undang-undang ini. Kemudian, masalah di atas dipersempit lagi dengan bersifat “individual”. Bagaimana dengan keputusan yang bersifat umum atau menjangkau/berlaku umum? Seharusnya keputusan yang berisi tindakan hukum publik yang bersifat umum atau menjangkau/berlaku umum juga menjadi objek undang-undang ini. Yang perlu dipikirkan juga adalah bagaimana dengan tindakan/perbuatan administrasi yang tidak tertulis, apakah menjadi objek UU ini atau tidak.
Hal lain yang perlu diatur dalam RUU ini adalah siapa saja yang termasuk dalam pengertian badan atau pejabat administrasi yang berwenang mengeluarkan keputusan. Kemudian, juga masalah kewenangan dan pelaksanaannya, yang hingga saat ini belum begitu jelas mengenai siapa berwenang untuk apa. Dengan dirumuskannya kewenangan secara jelas sangat membantu kita semua. Megenai pelaksanaan kewenangan, juga perlu ditegaskan mana yang merupakan kewenangan pemerintah pusat dan mana yang merupakan kewenangan pemerintah daerah. Apabila ada sengketa kewenangan, siapa yang berwenang untuk menyelesaikannya, karena UU PTUN tidak berwenang untuk menyelesaikan masalah sengketa kewenangan antarlembaga.