Friday, September 24, 2010

Hakim dan Penegak Keadilan*

"Perlakukanlah manusia dengan sebaik-baik perlakuan ia akan belajar keadilan, oleh karena Hakim juga manusia perlakukanlah ia dengan sebaik-baik perlakuan, maka ia akan memberikan keadilan"
                                                            oleh : Joko A. Sugianto


        Hakim dalam setiap putusannya selalu memulai dengan kalimat atau irah-irah " Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" ini menunjukkan bahwa Hakim dalam pekerjaannya berfungsi sebagai Penegak Keadilan bukan Penegak Hukum, oleh karena hukum tidak identik dengan keadilan. Keadilan itu sendiri merupakan kebutuhan pokok batiniah/ruhani setiap orang yang merupakan perekat hubungan sosial dalam bermasyarakat dan bernegara, oleh karena itu hakim dalam fungsinya tersebut oleh konstitusi didudukkan sebagai salah satu tiang negara bersama-sama dengan eksekutif dan legislatif.
          Tegaknya keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai-nilai kemanusiaan menjadi syarat bagi tegaknya martabat bangsa dan negara, sehubungan dengan itu maka Hakim sebagai figur sentral dalam proses peradilan memang dituntut menjadi figur yang elit (meminjam istilah Sebastian Pompe dalam Hakim Penegak Keadilan Yang Tidak Elit Lagi, www.hukumonline.com 10 September 2010) agar bisa menegakkan keadilan sehingga keberadaannya mampu memberikan kemanfaatan bagi penyelesaian permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 
         Mudah memang mengungkap fakta bagaimana performance hakim saat ini seperti apa yang disampaikan Pompe, bagian yang tidak mudah tetapi justru sangat penting dan mendasar saat ini adalah bagaimana membuat Hakim menjadi elit...
(atau profesional menurut hemat saya lebih tepat karena hakim adalah termasuk profesi yang syarat dengan nilai-nilai etik) apa yang disampaikan pompe terkait dengan tidak elitnya Hakim saat ini hanyalah sebagian kecil dari varian-varian yang ikut mempunyai andil dalam mengkerdilkan dan menjerumuskan profesi Hakim menjadi sekedar tukang ketok palu sidang, bukan lagi sebagai The Honourable.. 
          Menjawab permasalahan mendasar tersebut terlebih dahulu menurut hemat saya yang perlu dilakukan adalah kembali ke nature daripada hakim yaitu hakikat profesi Hakim, Hakim adalah pekerjaan/jabatan yang dilaksanakan oleh manusia yang mempunyai kebutuhan psikis dan fisik seperti manusia pada umumnya berbeda dengan malaikat atau nabi yang oleh Tuhan memang diberikan kekhususan untuk patuh dan taat.         
         Dalam keterbatasannya sebagai seorang manusia Hakim sebagai penegak keadilan dituntut untuk bertindak dan bersikap layaknya wakil Tuhan di muka bumi yang harus memberikan keadilan bagi pencari keadilan, yang mana dalam proses memberikan keadilan tersebut seringkali dihadapkan pada faktor (varian) yang mengintervensi kebebasan dan kemandiriannya dalam kedudukan sebagai seorang manusia untuk bersikap adil dan tidak memihak, misal faktor intern berupa rasa empati, antipati, simpati, emosi, integritas, keinginan, kepentingan popularitas untuk mendapatkan pujian ataupun perasaan takut dicap tidak reformis dan lain-lain sedangkan faktor ekstern berupa tekanan (intern/ekstern), intimidasi psikis maupun fisik, pembentukan opini, suap, tekanan politik (kepentingan politik tertentu) pertemanan/persaudaraan, intervensi kelembagaan (struktural) baik oleh eksekutif maupun elit politik tertentu di legislatif melalui peraturan perundang-undangan yang dibuat terkait dengan profesi Hakim ataupun secara terbuka melalui media massa.     
         Jadi kembali ke hakikat profesi Hakim yang dijabat oleh manusia yang fana tersebut dalam proses memberikan keadilan dalam diri Hakim dihadapkan pada pergulatan antara kepentingan untuk bersikap adil sebagaimana sifat Tuhan Yang Maha Adil, kepentingan dirinya sebagai seoarang manusia yang mempunyai kebutuhan sebagaimana layaknya manusia pada umumnya dan godaan (pengaruh) internal maupun eksternal, yang sering menjadi sumber masalah adalah ketika antara kebutuhan dasarnya sebagai seorang manusia dan godaan dari luar berada dalam kondisi yang saling menguntungkan. 
         Untuk itu dalam mengembalikan derajat,harkat dan martabat Hakim sebagai The Honourable agar bisa memberikan keadilan sebagaimana diharapkan bangsa dan negara ini hal mendasar yang perlu dilakukan adalah:
Pertama, penuhi dulu kebutuhan dasar Hakim sebagai seorang manusia, yaitu kebutuhan akan pangan, sandang dan papan.
Kedua, sependapat dengan pompe bahwa memang perlu dilakukan perubahan mendasar terhadap metode dan materi diklat hakim yang selama ini terkesan sekedar formalitas dan menghabiskan anggaran supaya disesuaikan dengan hakikat profesi Hakim yang selain harus terampil beracara juga harus memiliki keterampilan ilmiah (ars) dalam penerapan hukum (ini cukup penting karena selama ini Putusan Hakim banyak dinilai kurang memuat pertimbangan yang cukup). 
Ketiga, berikan Hakim emolumen sesuai dengan eksistensinya sebagai salah satu pilar negara dalam fungsinya menegakkan keadilan sebagaimana anggota legislatif dan eksekutif yang sudah terlebih dahulu dipenuhi, misal tunjangan kehormatan, tunjangan larangan berpraktek (tunjangan ini perlu diberikan sebagai kompensasi dari negara oleh karena Hakim dilarang merangkap jadi advokat/konsultan hukum dan atau pengusaha) serta tunjangan kendaraan dan perumahan. 
          Menanggapi pengamatan pompe bahwa ada Hakim di suatu pengadilan yang nganggur karena tidak ada pekara saya sependapat memang sudah waktunya dilakukan perubahan terhadap pola rekruitmen dan mutasi disesuaikan dengan kebutuhan dimasing-masing wilayah hukum pengadilan tersebut.
          Dari ketiga prasyarat mendasar tersebut agar Hakim kembali menjadi profesi yang mulia (Honourable), belum ada yang terpenuhi misal terkait dengan gaji Hakim selaku Pemberi Keadilan gajinya baru cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sandang bagaimana dengan papan dan lain-lain.. hal seperti inilah yang seringkali memicu Hakim mencari side take home pay untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang adakalanya melanggar etika profesi, hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas putusan yang diberikan (mungkin pompe perlu melakukan survey mendalam terkait dengan rasionaloitas gaji hakim antara kebutuhan hidup dan varian yang mengintervensi imparsialitasnya).

* Materi artikel telah dimuat di Tribunnews.com/kontemplasi dengan judul Hakim bukan sekadar The Honourable.  

No comments: