PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN
DI INDONESIA*
JOKO A. SUGIANTO,SH
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Amandemen ke – tiga UUD 1945 Pasal 24 ayat (2) menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.[1]
Merujuk pada ketentuan tersebut lembaga-lembaga mana yang berwenang melakukan kekuasaan kehakiman telah disebutkan secara terbatas (limitatif). Dengan kata lain tidak ada yang namanya lembaga peradilan selain apa yang telah disebutkan secara tegas (expressive verbis) dalam konstitusi. Meskipun ada pengadilan selain sebagaimana yang ditentukan oleh konstitusi maka pengadilan tersebut haruslah berada dalam salah satu lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yaitu, misalnya lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer atau peradilan tata usaha negara.[2]
Terbongkarnya penyelewengan oleh pegawai pajak terkait keberatan dan banding dari wajib pajak, misalnya yang dilakukan oleh Gayus H. Tambunan sebagai Penelaah Keberatan pada Seksi Bidang Keberatan dan Banding di Kantor Wilayah Direktorat Pajak[3], potensi kerugian negara akibat seringnya sengketa pajak dimenangkan oleh wajib pajak di mana dari 16.953 berkas gugatan yang secara formal diterima periode 2002 -2009 sebanyak 13.672 berkas gugatan (kurang lebih 81 persen) dikabulkan oleh pengadilan pajak dan lemahnya sistem pengawasan pengadilan pajak[4], telah menyadarkan berbagai pihak mengenai pentingnya dilakukan reformasi pengadilan pajak.