Saturday, January 15, 2011

 Mengurai Benang Kusut Reformasi Peradilan*
 Hakim: PNS atau Pejabat Negara ?
 
Tribunnews.com/Bian Harnansa
                                                                                                 


Berita terkait:





Membaca tulisan jurnalis Tribunnews.com terkait profil hakim dengan judul Hakim Albertina Ho Mantan Pelayan Warung Kopi dan Haswandi Si Hakim Penunggang Motor Butut, upaya yang patut diapresiasi dari sedikit jurnalis yang masih punya idealisme untuk menyampaikan berita yang sebenarnya dari realitas yang selama ini tertutupi oleh berita-berita yang cenderung mengeksploitasi asap pekat gerbong peradilan tanpa berupaya mengungkap asal muasalnya.
            Tulisan tersebut sedikit banyak telah mengungkap gambaran bagaimana yang sebenarnya  mengenai profesi hakim dari segi kesejahteraannya (gaji dan fasilitas), hal mana kontras dengan yang selama ini menjadi anggapan sebagian besar masyarakat mengenai profesi hakim yang sudah terlanjur dianggap sebagai jabatan yang identik dengan “kemuliaan” (kekayaan materi dan fasilitas).
            Berdasarkan realitas kontradiktif profesi hakim antara yang sebenarnya dan yang dianggap benar merujuk pada berita tersebut, menjadi menarik untuk mempertanyakan bagaimana sebenarnya kedudukan hakim dalam sistem ketatanegaraan menurut konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan lebih penting lagi bagaimana Pemerintah dan DPR atas nama negara mengejahwantahkan amanat undang-undang tersebut dalam mendudukkan dan memperlakukan hakim – hakimnya.
            Pertanyaan ini relevan dikemukakan terkait dengan tidak jelasnya kedudukan hakim apakah sebagai pejabat negara atau PNS, kalau pejabat negara mengapa tunjangan dan fasilitas tidak menecerminkan layaknya seorang pejabat negara sedangkan jika kedudukannya sebagai PNS mengapa gaji pokok hakim tidak ikut disesuaikan tiap kali ada kenaikan gaji pokok PNS.
Terkait pertanyaan tersebut, mantan Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki pernah menyampaikan bahwa reformasi aparatur peradilan bisa dilakukan dengan dua cara pertama, pemuliaan hakim yaitu jadikan hakim sebagai the honourable, yang dimuliakan dengan memberi gaji, upah, tunjangan dan fasilitas terbaik bagi hakim, kedua pemberdayaan peradilan.
Untuk itu perlu kiranya dilihat kembali dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku apakah hakim telah didudukkan dan diperlakukan secara proporsional sesuai dengan fungsinya sebagai pelaksana institusi dasar negara dalam urusan peradilan yaitu melayani kepentingan para pencari keadilan (justitiabelen).